Tuesday, September 27, 2016

“ PRIHATIN VS MALU” (Bupati Terjerat Lampu Hias LED)


Hukum di Indonesia tercipta karena produk politik namun secara normatif, hukum senantiasa dipandang sebagai “Tanpa Pandang Bulu” dalam memberlakukan aturan-aturannya, sehingga lahir Pameo Equal Justice Under Law (semua orang sama kedudukannya di mata hukum), berbeda terbalik di dalam kehidupan bermasyarakat dengan adanya jenjang-jenjang kemasyarakatan maka secara empiris, Pameo Normative di atas lebih tepat kalau di lengkapi menjadi: “Semua orang sama di mata hukum, tetapi di lihat dulu siapa bapaknya!” Dan sekarang inilah yang terjadi di kabupaten Maros, dengan permasalahan terkait KASUS PENGADAAN LAMPU HIAS DAN LED T.A 2011 yangtak berujung dengan kepastian hukum terhadap pemimpin daerah Maros atau dalam hal ini adalah Bupati Maros, kami turut prihatin, kami berbelas kasihan dan kami turut sedih melihat nasib pemimpin daerah Maros yang tak ketahui statusnya. Padahal, kami sangat bangga dengan prestasi selama kepemimpinannya yang sudah meraih piala Adipura selama 2 kali berturut- turut, jikalau memang pemimpin kami tidak bersalah lakukan seperti prosedur hukum yang berlaku di Republik Indonesia ini dengan cara melakukan surat perintah penghentian penyidikan. Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Alasan-alasan penghentian penyidikan diatur secara limitatif dalam pasal tersebut, yaitu:

1.       Tidak diperoleh bukti yang cukup, yaitu apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang di peroleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka 
     1. Peristiwa yang di sangkakan bukan merupakan tindak pidana
    2. Penghentian penyidikan demi hukum. Alasan ini dapat dipakai apabila ada alasan alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, yaitu antara lain karena NEBIS IN IDEM, tersangka meninggal dunia, atau karena perkara pidana telah kadaluwarsa
SP3 diberikan dengan merujuk pada pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu:
1.       Jika yang menghentikan penyidikan adalah penyidik Polri, pemberitahuan penghentian penyidikan disampaikan pada penuntut umum dan tersangka/keluarganya
2.       Jika yang menghentikan penyidikan adalah penyidik PNS, maka pemberitahuan penyidikan disampaikan pada:
      1. Penyidik polri, sebagai pejabat yang berwenang melakukan koordinasi atas penyidikan; dan
      2. Penuntut Umum
            Akan tetapi jika pemimpin daerah Maros terbukti bersalah dan sudah berstatus tersangka kami rela untuk melepas beliau dan kami tidak sungkan-sungkan untuk meminta turut andil menjadi mitra penegak hukum untuk mencari bukt- bukti yang ada sebab kami sebagai masyarakat Maros telah di permalukan, telah di lecehkan dan telah di khianati oleh pemimpin kita sendiri dalam hal ini menyangkut tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara Yang bersih dan bebas dari KKN, UU no. 31 Tahun 1999 jo UU no. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, serta terakhir dengan diratifikasinya united nations convention againts corruption, 2003 (Convensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi’ 2003) dengan UU No. 7 Tahun 2006. Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang pemberantasan Tindak Pidana korupsi.
           Karena bupati adalah simbol dari kabupaten Maros maka dari itu kami meminta kepada pihak polri jangan menutup mata dengan kasus yang mengjerat bupati kabupaten Maros dalam hal ini HATTA RAHMAN yang telah berstatus tersangka sampai hari ini.
Tuntutan :
1. Meminta kepada pihak Polri agar kiranya menyelesaikan kasus ini sesuai hukum yang                         berlaku,
2. Meminta kepada pihak Polri apabila Bupati Maros tidak mencukupi bukti maka SP3 (Surat                 penghentian penyidikan perkara)kan kasusnya,
3. Meminta kepada pihak Polri ketika Bupati maros terbukti maka lanjutkan kasus ini sampai                   pada pengadilan karena kami mengindikasikan kasus ini mandek.

by: umaradvocate.blogspot.com

No comments: