Hukum
di Indonesia tercipta karena produk politik namun secara normatif, hukum
senantiasa dipandang sebagai “Tanpa Pandang Bulu” dalam memberlakukan aturan-aturannya,
sehingga lahir Pameo Equal Justice Under
Law (semua orang sama kedudukannya di mata hukum), berbeda terbalik di
dalam kehidupan bermasyarakat dengan adanya jenjang-jenjang kemasyarakatan maka
secara empiris, Pameo Normative di atas lebih tepat kalau di lengkapi menjadi:
“Semua orang sama di mata hukum, tetapi di lihat dulu siapa bapaknya!” Dan
sekarang inilah yang terjadi di kabupaten Maros, dengan permasalahan terkait KASUS
PENGADAAN LAMPU HIAS DAN LED T.A 2011 yangtak berujung dengan kepastian hukum
terhadap pemimpin daerah Maros atau dalam hal ini adalah Bupati Maros, kami
turut prihatin, kami berbelas kasihan dan kami turut sedih melihat nasib
pemimpin daerah Maros yang tak ketahui statusnya. Padahal, kami sangat bangga
dengan prestasi selama kepemimpinannya yang sudah meraih piala Adipura selama 2
kali berturut- turut, jikalau memang pemimpin kami tidak bersalah lakukan
seperti prosedur hukum yang berlaku di Republik Indonesia ini dengan cara
melakukan surat perintah penghentian penyidikan. Pasal 109 ayat (2) KUHAP.
Alasan-alasan penghentian penyidikan diatur secara limitatif dalam pasal
tersebut, yaitu:
1. Tidak diperoleh bukti yang cukup, yaitu apabila penyidik tidak
memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang di peroleh
penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka
1. Peristiwa yang di sangkakan bukan merupakan tindak pidana
2. Penghentian penyidikan demi hukum. Alasan ini dapat dipakai apabila ada
alasan alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, yaitu
antara lain karena NEBIS IN IDEM, tersangka meninggal dunia, atau karena
perkara pidana telah kadaluwarsa
SP3 diberikan
dengan merujuk pada pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu:
1. Jika yang menghentikan penyidikan adalah penyidik Polri, pemberitahuan
penghentian penyidikan disampaikan pada penuntut umum dan tersangka/keluarganya
2. Jika yang menghentikan penyidikan adalah penyidik PNS, maka
pemberitahuan penyidikan disampaikan pada:
1. Penyidik polri, sebagai pejabat
yang berwenang melakukan koordinasi atas penyidikan; dan
2. Penuntut Umum
Akan
tetapi jika pemimpin daerah Maros terbukti bersalah dan sudah berstatus
tersangka kami rela untuk melepas beliau dan kami tidak sungkan-sungkan untuk
meminta turut andil menjadi mitra penegak hukum untuk mencari bukt- bukti yang
ada sebab kami sebagai masyarakat Maros telah di permalukan, telah di lecehkan
dan telah di khianati oleh pemimpin kita sendiri dalam hal ini menyangkut
tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Negara Yang bersih dan bebas dari KKN, UU no. 31 Tahun 1999 jo
UU no. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, serta
terakhir dengan diratifikasinya united
nations convention againts corruption, 2003 (Convensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Anti Korupsi’ 2003) dengan UU No. 7 Tahun 2006. Menurut UU No. 31
Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang pemberantasan Tindak Pidana
korupsi.
Karena
bupati adalah simbol dari kabupaten Maros maka dari itu kami meminta kepada
pihak polri jangan menutup mata dengan kasus yang mengjerat bupati kabupaten
Maros dalam hal ini HATTA RAHMAN yang telah berstatus tersangka sampai hari
ini.
Tuntutan
:
1. Meminta kepada pihak Polri agar
kiranya menyelesaikan kasus ini sesuai hukum yang berlaku,
2. Meminta kepada pihak Polri apabila
Bupati Maros tidak mencukupi bukti maka SP3 (Surat penghentian penyidikan
perkara)kan kasusnya,
3. Meminta kepada pihak Polri ketika
Bupati maros terbukti maka lanjutkan kasus ini sampai pada pengadilan karena
kami mengindikasikan kasus ini mandek.
by: umaradvocate.blogspot.com
No comments:
Post a Comment