Thursday, May 10, 2012

Kontrak Perjanjian


Oleh: Zulhery Artha, S.Ag.
Istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu.
BW (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk
pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel
kedua tentang “Perikatan-perikatan yang lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang
dalam bahasa Belanda berbunyi “Van verbintenissen die uit contract of
overeenkomst geboren worden”. Pengertian ini juga didukung oleh pendapat
banyak sarjana, antara lain : Hofmann dan J. Satrio,

1. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan,
2. Mariam Darus Badrulzaman,
3. Purwahid Patrik
4. dan Tirtodiningrat
5. yang menggunakan istilah kontrak dan perjanjian dalam pengertian yang sama Subekti
6. menganggap istilah kontrak mempunyai pengertian lebih sempit daripada perjanjian/perikatan, karena kontrak ditujukan kepada perjanjian/perikatan yang tertulis. Sedangkan Pothier membedakan contract dan convention (pacte). Disebut convention yaitu perjanjian antara dua orang atau
1. J. Satrio, Hukum Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992, hlm. 19.
2. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, Surabaya: Bina
Ilmu, 1978, hlm. 84.
3. Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III Tentang
Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, edisi II, Cet. I, Bandung: Alumni, 1996, hlm. 89.
4. Purwahid Patrik, Dasar-dasar hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm.
5. R.M. Suryodiningrat, Azas-azas Hukum Perikatan, Bandung: Tarsito, 1985, hlm. 72.
6. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, Jakarta: Intermasa, 1996, hlm. 1.2
lebih untuk menciptakan, menghapuskan atau meubah perikatan. Adapun
Contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksananya perikatan.
7. Argumentasi kritis mengenai penggunaan istilah kontrak atau perjanjian
disumbangkan oleh Peter Mahmud Marzuki
8. dengan melakukan perbandingan
terhadap pengertian kontrak atau perjanjian dalam sistem Anglo-American.
Sistematika Buku III tentng Verbintenissenrecht (hukum Perikatan) mengatur
mengenai overeenkomst yang kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
berarti perjanjian. Istilah kontrak merupakan terjemahan dari Bahasa Inggeris
Contract. Didalam konsep kontinental, penempatan pengaturan perjanjian pada
Buku III BW Indonesia tentang Hukum Perikatan mengindikasikan bahwa
perjanjian memang berkaitan dengan masalah Harta Kekayaan (Vermogen).
Pengertian perjanjian ini mirip dengan contract pada konsep Anglo-American
yang selalu berkaitan dengan bisnis. Di dalam pola pikir Anglo-American,
perjanjian yang bahasa Belanda-nya overeenkomst, dalam Bahasa Inggris disebut
agreement yang mempunyai pengertian lebih luas dari contract, karena mencakup
hal-hal yang berkaitan dengan bisnis atau bukan bisnis. Untuk agreement yang
berkaitan dengan bisnis disebut contract, sedangkan untuk yang tidak terkait
dengan bisnis hanya disebut agreement.
Dengan mencermati pendapat-pendapat para ahli di atas, penulis memilih
pandangan yang menyamakan arti kontrak dengan perjanjian. Menurut penulis,
dalam prakteknya kedua istilah tersebut juga digunakan dalam kontrak komersial,
7. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Ibid.
8. Peter Mahmud Marzuki, “Batas-batas Kebebasan Berkontrak”, artikel dalam Jurnal
Yuridika, Volume 18 No.3, Mei Tahun 2003, hlm. 195-196.3
misalnya perjanjian waralaba
9. perjanjian sewa guna usaha
10. kontrak kerjasama
11. perjanjian kerjasama
12. kontrak kerja konstruksi
13. Rumusan tentang kontrak atau perjanjian dalam BW terdapat dalam Pasal  yaitu “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
14
Setiawan
15
menilai bahwa rumusan Pasal 1313 BW tersebut selain tidak
lengkap juga terlalu luas. Dinilai tidak lengkap karena hanya menyebutkan
persetujuan sepihak saja. Disebut sangat luas karena kata “perbuatan” mencakup
juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Karenanya, Setiawan
mengusulkan perumusannya menjadi “perjanjian adalah perbuatan hukum,
dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Polak menganggap bahwa suatu persetujuan tidak lain adalah suatu
perjanjian (afspraak) yang mengakibatkan hak dan kewajiban.
16
Sedangkan
Niewenhuis berpendapat bahwa perjanjian obligatoir (yang menciptakan periktan)
9
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba; lihat juga
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang
Ketentuan dan Tatacara Pendaftaran Usaha Waralaba.
10
Lihat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991
tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).
11
Lihat Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak an Gas Bumi.
12
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
13
Lihat Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
14
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya
Paramita, 1980.
15
Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Jakarta: Bina Cipta, 1987, hlm.49.
16
Mashudi & Mohammad Chidir Ali, Bab-bab Hukum Perikatan, Bandung: Mandar
Maju, 1995, hlm.56.4
merupakan sarana utama bagi para pihak untuk secara mandiri mengatur
hubungan-hubungan hukum di antara mereka.
17
Buku III BW tentang Perikatan (van verbintenis) tidak mendefenisikan
tentang apa perikatan itu sendiri. Namun diawali dengan pasal 1233 BW
mengenai sumber-sumber perikatan, yaitu kontrak atau perjanjian dan undangundang. Dengan demikian kontrak atau perjanjian merupakan salah satu dari dua
dasar hukum yang ada selain dari undang-undang yang dapat menimbulkan
perikatan.
Menurut C. Asser, ciri utama perikatan adalah hubungan hukum antara
para pihak, yang menimbulkan hak (prestasi) dan kewajiban (kontra prestasi)
yang saling dipertukarkan oleh para pihak
18
. H.F.A. Vollmar, berpendapat bahwa
perikatan itu ada selama seseorang itu (debitor) harus melakukan sesuatu prestasi
yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditor, kalau perlu dengan bantuan
hakim
19
.
Menurut AgusYudha Hernoko, terdapat 4 (empat) unsur perikatan, yaitu :
“a. hubungan hukum, artinya perikatan yang dimaksud disini adalah
bentuk hubungan hukum yang menimbulkan akibat hukum;
b. bersifat harta kekayaan, artinya sesuai dengan tempat pengaturan
perikatan di Buku III BW yang termasuk di dalam sistematika Hukum
Harta Kekayaan (Vermogensrecht), maka hubungan yang terjalin antar
para pihak tersebut berorientasi pada harta kekayaan;
c. para pihak, artinya dalam hubungan hukum tersebut melibatkan pihakpihak sebagai subyek hukum J.H. Niewenhuis, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Terjemahan Djasadin Saragih),
Surabaya: t.p., 1985, hlm. 1
C. Asser, Pengkajian Hukum Perdata Belanda, Jakarta: Dian Rakyat, 1991, hlm.5
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit., hlm.1.5
d. prestasi, artinya hubungan hukum tersebut melahirkan kewajibankewajiban (prestasi) kepada para pihaknya (prestasi – kontra prestasi),
yang pada kondisi tertentu dapat dipaksakan pemenuhannya, bahkan
apabila diperlukan menggunakan alat negara.”
Wallahu a’lam.
AgusYudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2008, hlm. 18.

No comments: