NOMOKRASI ISLAM DALAM
KONTEKS
HUKUM TATA NEGARA
Nomokrasi Islam Dalam konteks hukum tata
negara, Istilah Nomokrasi (nomocracy : Inggris) berasal dari bahasa latin nomos‟yang berarti norma dan
cratos‟ yang berarti kekuasaan, yang jika digabungkan berarti
faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum, karena
itu istilah ini sangat erat dengan gagasan kedaulatan hukum sebagai kekuasaan
tertinggi.
Jika istilah ini dikaitkan dengan Islam
sebagai suatu komunitas baik agama maupun negara, maka makna yang muncul adalah
kedaulatan hukum Islam sebagai penguasa tertinggi, atau yang lebih dikenal
dengan supremasi
Syariah Islam pada hakekatnya memiliki
kebajikan-kebajikan dan kualitas-kualitas yang dapat memenuhi aspirasi-aspirasi
spiritual dan material manusia. Islam memberikan sebuah hukum yang konfrehensif
untuk membimbing ummat manusia, hukum ini pada saat sekarang masih memberikan
bimbingan kepada lebih dari 600 juta penduduk dunia.
Perbedaan konsep spiritual dan keduniawian
sebagaimana dikenal dalam agama kristen tidak terdapat dalam Islam. Islam tidak
menghendaki adanya penginstitusian agama sebagai otoritas mutlak sebagaimana
institusi gereja dalam agama kristen. Islam tidak menghendaki berlakunya dua
macam hukum di dalam masyarakat. Islam hanya memiliki satu hokum yaitu hokum Syariah yang
serba mencakup, membimbing, dan mengontrol seluruh kehidupan orang-orang yang
beriman. Kepala negara dalam islam merupakan pemimpin agama dan politik
sehingga pertentangan di antara kekuatan agama dan kekuatan politik tidak
mungkin terjadi, demikian idealnya, namun dalam praktek nya kekuatan politik
kadang-kadang terpisah dan menyimpang dari kekuatan agama walaupun tidak pernah
menentang atau menghapuskan Syariah adalah
suatu kenyataan bahwa di luar masalah-masalah konstitusional, hokum Syariah hampir merupakan kekuatan tertinggi di
negara-negara islam di sepanjang sejarah.
Terpecah-pecahnya dunia Islam secara geografis
adalah sebuah kenyataan; setiap bagian telah menjadi sebuah entitas politik
yang berdiri sendiri. Teori klasik mengenai kekhalifahan yang universal tidak
dapat menerima dan menghilangkan kenyataan ini dan supremasi Syariah pun
mengalami babak baru, zaman modern.
SUMBER : HUKUM TATA NEGARA, Dr. AGUS SALIM ANDI GADJONG, SH,MH
No comments:
Post a Comment