BERBAGI ILMU ADALAH HIDUP KU 
HUBUNGAN BERBAHASA, BERPIKIR DAN BERBUDAYA
(Materi
Psikolinguistik)
Hidup adalah tantangan kawan, dan kita tidak boleh merasa hidup
sendiri mari kita harus berbagi.
OCEHAN ANAK BANGSA
MARI BERPIKIR DAN BERKARYA UNTUK BANGSA KAWAN
OLEH :
MUH. UMAR KUSUMA, cS.H
04020100841
KATA PENGANTAR
Segala rasa syukur
penulis haturkan kepada Allah Swt karena nikmat yang telah diberikan kepada
kami, salah satunya adalah dengan terselesaikannya tugas makalah
Psikolinguistik.
Bahan-bahan yang
penulis kumpulkan penulis dapat dari sumber-sumber yang pasti. Makalah ini
dibuat dengan bahasan penyajian yang sederhana, agar penulis dan yang
membacanya dapat mempelajari dan memahami dengan mudah. Dengan makalah ini
diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan kita terhadap materi Hubungan
Berbahasa, Berpikir, dan Berbudaya.
Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Psikolinguistik dan
teman-teman yang telah membantu terselesaikannya makalah ini. Kritik yang
membangun, informasi, dan gagasan-gagasan yang inovatif tetap kami harapkan
dari kalian semua, agar dikemudian hari kami bisa menjadi lebih baik. Akhirnya
semoga Allah Swt selalu memberikan kesuksesan kepada kita.
Makassar, 10 Maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................1
D. Manfaat................................................................................................... 2
BAB II HUBUNGAN
BERBAHASA, BERPIKIR
DAN BERBUDAYA.................................................................................... 3
1. Teori Wilhelm Von
Humboldt....................................................................... 3
2. Teori Sapir-Whorf ……………………………………………………… ...4
3. Teori Jean Piaget …………………………………………………………..5
4. Teori L.S. Vygotsky......................................................................................6
5. Teori Noam Chomsky...................................................................................6
6. Teori Eric
Lenneberg.....................................................................................7
7. Teori Bruner..................................................................................................8
8. Kekontroversialan
Hipotesis Sapir-Whorf..................................................... 8
BAB III PENUTUP.....................................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................11
B. Saran.......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai manusia, di
dalam kehiduapan sehari-hari kita tidak terlepas dari proses berkomunikasi
antara satu dengan yang lainnya. Proses berkomunikasi tersebut yaitu proses
menggunakan bahasa. Dalam proses berbahasa kita tentu melakukan proses
berpikir. Berbahasa dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan membuat enkode
semantik dan enkode gramatikal di dalam otak pembicara, dilanjutkan dengan
membuat enkode fonologi. Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan dekode
fonologi, dekode gramatikal, dan dekode semantik pada pihak pendengar yang
terjadi di dalam otaknya.
Kata lain bahwasanya
berbahasa itu adalah proses penyampaian isi pikiran yang telah dirancang di
dalam otak kita. Jadi dalam makalah ini kita kan membahas tentang suatu
hubungan antara berbahasa, berpikir dan berbudaya. Karena dalam kehiduapan
sehari-hari kita tidak lepas dari berhubungan dengan budaya dimana kita
bertempat tinggal, sebab itulah alasan kami untuk mengangkat permasalahan yang
ada pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka timbulah masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini,
masalah tersebut diantaranya adalah: hubungan berbahasa, berpikir, dan
berbudaya.
C. Tujuan
Berdasarkan pembahasan
yang akan diuraikan dalam makalah ini, maka tujuan dari pembuatan makalah ini
yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan berbahasa, berpikir dan berbudaya di
dalam kehiduapan yang kita jalani.
D. Manfaat
Makalah ini diharapkan
bermanfaat bagi pembaca dan penulis, setelah menulis makalah ini kami mendapat
manfaat secara praktis maupun teoritis. Secara praktis, pembaca mampu menyusun
makalah yang baik dan benar sesuai dengan sistematisnya. Secara teoritisnya,
mahasiswa atau pembaca bisa mengetahui secara teori tentang apa yang dibahas
dalam pembahasan makalah ini.
BAB II
HUBUNGAN BERBAHASA,
BERPIKIR
DAN BERBUDAYA
Menurut Abdul Chaer
(2009:51) Berbahasa adalah penyampaian pikiran atau perasaaan dari orang yang
berbicara mengenai masalah yang dihadapi dalam kehidupan budayanya. Jadi, kita
lihat berbahasa, berpikir, dan berbudaya adalah tiga hal atau tiga kegiatan
yang saling berkaitan dalam kehidupan manusia.
Berbahasa, dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan membuat enkode semantik dan
enkode gramatikal didalam otak pembicara, dilanjutkan dengan membuat enkode
fonologi. Kemudian di lanjutkan dengan penyusunan dekode fonologi, dekode
gramatikal, dan dekode semantik pada pihak pendengar yang terjadi di dalam
otaknya.
Berikut dalam
pembahasan ini akan hanya akan dikemukakan pendapat sejumlah pakar. Kemudian
dicoba membuat konklusi atau komentar terhadap teori-teori mengenai masalah
tersebut yang telah ada sejak abad yang silam.
1. Teori Wilhelm Von
Humboldt
Wilman helm Von
Humboldt, sarjana jerman abad ke-19, menekankan adanya ketergantungan pemikir
manusia pada bahasa. Maksudnya, pandangan hidup dan budaya masyarakat
ditentukan oleh bahasa masyarakat itu sendiri. Anggota-anggota masyarakat itu
tidak dapat menyimpang lagi dari garis-garis yang telah ditentukan oleh
bahasanya itu. Kalau salah seorang dari anggota masyarakat ini ingin mengubah
pandangan hidupnya, maka dia harus mempelajari dulu satu bahasa lain. Maka
dengan demikian dia akan menganut cara berpikir (dan juga budaya) masyarakat
bahasa lain.
Mengetahui bahasa itu
sendiri Von Humbolt berpendapat bahwa substansi bahasa itu terdiri dari dua
bagian. Bagian pertama berupa bunyi-bunyi, dan bagian lainnya berupa
pikiran-pikiran yang belum terbentuk. Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform, dan
pikiran-pikiran dibentuk oleh ideeform atau innereform. Jadi, bahasa menurut
Von Humboldt merupakan sintese dari bunyi(lautform) dan pikiran (ideeform).
Dari keterangan itu
bias disimpulkan bahwa bunyi bahasa merupakan bentuk-luar, sedangkan pikiran
adalah bentuk-dalam. Bentuk-luar bahasa itulah yang kita dengar, sedangkan
bentuk dalam-bahasa berada di dalam otak. Kedua bentuk inilah
yang’’membelenggu’’ manusia, dan menentukan cara berpikirnya. Dengan kata lain,
Von Humboldt berpendapat bahwa struktur suatu bahasa menyatakan kehidupan
dalam( otak,pemikir) penutur bahasa itu.
2. Teori Sapir-Whorf
Edward Sapir (dalam
Chaer, 2009:52) linguis Amerika memiliki pendapat yang hampir sama dengan Von
Humboldt. Sapir mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah ’’belas
kasih’’ bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupannya bermasyarakat.
Menurut sapir, telah menjadi fakta bahwa kehidupan suatu masyarakat sebagian
’’didirikan’’ diatas tabiat-tabiat dan sifat-sifat bahasa itu. Karena itulah,
tidak ada dua buah bahasa yang sama sehingga dapat dianggap mewakili satu
masyarakat yang sama.
Benjamin Lee Whorf
(dalam Chaer, 2009:52), murid sapir, menolak pandangan klasik mengenai hubungan
bahasa dan berpikir yang mengatakan bahwa bahasa dan berpikir merupakan dua hal
yang berdiri sendiri-sendiri.
Sama halnya dengan Von Humboldt dan sapir, Whorf juga menyatakan bahwa bahasa
menentukan pikiran seseorang sampai kadang-kadang bisa membahayakan dirinya
sendiri. Sebagai contoh, whorf yang bekas anggota pemadam kebakaran menyatakan
’’kaleng kosong’’ bekas minyak bisa meledak. Kata kosong digunakan dengan
pengertian tidak ada minyak di dalamnya.
Setelah meneliti
bahasa Hopi, salah satu bahasa Indian di California Amerika Serikat, dengan
mendalam, whorf mengajukan satu hipotesis yang lazim disebut hipotesis Whorf
(atau juga hipotesis Sapir-Whorf) mengenai relatifitas bahasa. Menurut
hipotesis itu, bahasa-bahasa yang berbeda’’membedah’’ alam ini dengan cara yang
berbeda, sehingga terciptalah satu relatifitas sistem-sistem konsep yang
tergantung pada bahasa-bahasa yang beragam itu.
Berdasarkan hipotesis
Sapir-Whorf itu dapatlah dikatakan bahwa hidup dan pandangan hidup
bangsa-bangsa di Asia Tenggara( Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lain-lain)
adalah sama karena bahasa-bahasa mereka mempunyai struktur yang sama. Sedangkan
hidup dan pandangan hidup bangsa-bangsa lain seperti Cina, Jepang, Amerika,
Eropa , Afrika, dan lain-lain adalah berlainan karena struktur bahasa mereka
berlainan. Untuk memperjelas hal ini Whorf membandingkan kebudayaan Hopi di
organisasi berdasarkan peristiwa-peristiwa (event) , sedangkan kebudayaan eropa
diorganisasi berdasarkan ruang (space) dan waktu (time).
3. Teori Jean Piaget
Berbeda dengan
pendapat Sapir dan Whorf, Piaget, sarjana perancis, berpendapat justru
pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak aka nada.
Pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa: bukan
sebaliknya.
Mengenai hubungan
bahasa dengan kegiatan-kegiatan intelek (pikiran) Piaget mengemukakan dua hal
penting berikut:
a. Sumber kegiatan intelek tidak terdapat
dalam bahasa, tetapi dalam periode sensomotorik, yakni satu sistem skema,
dikembangkan secara penuh, dan membuat lebih dahulu gambaran-gambaran dari
aspek-aspek struktur golongan-golongan dan hubungan-hubungan
benda-benda(sebelum mendahului gambaran-gambaran lain) dan bentuk-bentuk dasar
penyimpanan dan opersai pemakaian kembali.
b. Pembentukan pikiran yang tepat dikemukakan
dan berbentuk terjadi pada waktu yang bersamaan dengan pemerolehan bahasa.
Keduanya miliki suatu proses yang lebih umum, yaitu konstitusi fungsi lambing
pada umumnya. Fungsi lambing ini mempunyai beberapa aspek. Awal terjadi fungsi
lambing ini ditandai oleh bermacam-macam perilaku yang terjadi serentak dalam
perkembangannya. Ucapan-ucapan bahasa pertama yang keluar sangat erat
hubungannya dan terjadi serentak dengan permainan lambing, peniruan,dan
bayangan-bayangan mental.
Piaget juga menegaskan
bahwa kegiatan intelek (pemikiran) sebenarnya adalah aksi dan perilaku yang
telah dinuranikan dan dalam kegiatan-kegiatan sensomotor termasuk juga perilaku
bahasa. Yang perlu di ingat adalah bahwa dalam jangka waktu sensormotor ini
kekekalan benda merupakan pemerolehan umum.
4. Teori L.S. Vygotsky
Vygotsky, sarjana
bangsa Rusia, berpendapat adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya
pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa.
Kemudian, kedua garis perkembangan ini saling bertemu, maka terjadilah secara
serentak pikiran berbahasa dan bahasa berpikir. Dengan kata lain, pikiran dan
bahasa pada tahap permulaan berkembang secara terpisah, dan tidak saling
mempengaruhi. Jadi, mula-mula pikian berkembang tanpa bahasa, dan bahasa
mula-mula berkembang tanpa pikiran. Lalu pada tahap berikutnya, keduanya
bertemu dan bekerja sama, serta saling mempengaruhi. Begitulah anak-anak berpikir
dengan menggunakan bahasa dan berbahasa dengan menggunakan pikiran.
Selanjutnya Vygotsky
(dalam Chaer, 2009:56) menjelaskan bahwa hubungan antara pikiran dan bahasa
bukanlah merupakan suatu benda, melainkan merupakan satu proses, satu gerak
yang terus-menerus dari pikiran ke kata (bahasa) dan dari kata (bahasa) ke
pikiran.
Menurut Vygotsky dalam
mengkaji gerak pikiran ini kita harus mengkaji dua bagian ucapan dalam yang
mempunyai arti yang merupakan aspek semantik ucapan, dan ucapan luar yang
merupakan aspek fonetik atau aspek bunyi-ucapan. Penyatuan dua bagian atau
aspek ini sangat rumit dan kompleks.
5. Teori Noam Chomsky
Mengenai hubungan
bahasa dan pikiran Noam Chomsky mengajukan kembali teori klasik yang disebut
Hipotesis nurani (Chomsky, 1957, 1965, 1968). Sebenarnya teori ini tidak secara
langsung membicarakan hubungan bahasa dengan pemikiran, tetapi kita dapat
menarik kesimpulan mengenai hal itu karena Chomsky sendiri menegaskan bahwa
pengkajian bahasa membukakan perspektif yang baik dalam pengkajian proses
mental (pemikiran) manusia.
Hipotesis nurani
mengatakan bahwa struktur bahasa-dalam adalah nurani. Artinya, rumus-rumus itu
di bawa sejak lahir. Pada waktu seorang anak-anak mulai mempelajari bahasa ibu,
dia telah dilengkapi sejak lahir dengan satu peralatan konsep dengan struktur
bahasa-dalam yang bersifat unifersal. Peralatan konsep ini tidak ada
hubungannya dengan belajar atau pembelajaran, misalnya dengan aksi atau
perilaku seperti yang dikatakan Piaget, dan tidak ada hubungannya dengan apa
yang disebut kecerdasan.
6. Teori Eric
Lenneberg
Berkenaan dengan
masalah hubungan bahasa dan berfikir, Eric mengajukan teori mengajukan teori
yang disebut Teori Kemampuan Bahasa
Khusus (Lenneberg, 1964). Menurut Lenneberg banyak bukti yang menunjukkan
bahwa manusia menerima warisan biologi asli berupa kemampuan berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa yang khusus untuk manusia, dan yang tidak ada
hubungannya dengan kecerdasan dan pemikiran.
Bukti bahwa manusia
telah dipersiapkan secara biologis untuk berbahasa menurut Leeneberg adalah
sebagai berikut:
a. Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya
dengan bagian-bagian anatomi dan fonologi manusia, seperti bagian-bagian, otak
tertentu yang mendasari bahasa.
b. Jadwal perkembangan bahasa yang sama
berlaku bagi semua anak-anak normal. Semua anak-anak bias dikatakan mengikuti
strategi dan waktu pemerolehan bahasa yang sama, yaitu lebih dulu menguasai
prinsip-prinsip pembagian dan pola persepsi.
c. Perkembangan bahasa tidak dapat dihambat
meskipun poda anak-anak yang mempunyai cacat tertentu seperti buta, tuli, atau
memiliki orang tua pekak sejak lahir. Namun, bahasa anak-anak ini tetap
berkembang dengan hanya sedikit kelambatan.
d. Bahasa tidak dapat diajarkan pada makhluk
lain. Hingga saat ini belum pernah ada makhluk lain yang mampu menguasai
bahasa, sekalipun telah di ajar dengan cara-cara yang luar biasa.
e. Setiap bahasa, tanpa kecuali, didasarkan
pada prinsip-prinsip semantic, sintaksis, dan fonologi yang universal.
Jadi, terdapat semacam
pencabangan dalam teori Leenneberg ini. Dia seolah-olah bermaksud membedakan
perkembangan bahasa dari segi ontogenetis (pemerolehan bahasa oleh individu)
dan dari segi filogenetis (kelahiran bahasa suatu masyarakat). Dalam hal ini
pemerolehan bahasa secara ontogenetis tidak ada hubungannya dengan kognisi;
sedangkan secara filogenetis kelahiran bahasa suatu masyarakat sebagiannya
ditentukan oleh kemampuan bahasa nurani, dan sebagian lagi oleh kemampuan
kognitif nurani, bukan bahasa yang lebih luas.
Lenneberg dalam Teori
Kemampuan Bahasa Khusus telah menyimpulkan banyak bukti yang menyatakan bahwa
upaya manusia untuk berbahasa didasari oleh biologi yang khusus untuk manusia
dan bersumber pada genetik tersendiri secara asal. Namun, dalam bukunya yang
ditulis kemudian (1967), beliau mulai cenderung beranggapan bahwa bahasa
dihasilkan oleh upaya kognitif, bukan linguistik yang lebih luas, sehingga
menyerupai pandangan Piaget.
7. Teori Bruner
Berkenaan dengan
masalah hubungan bahasa dan pemikiran, Bruner memperkenalkan teori yang
disebutnya Teori Instrumentalisme. Menurut teori ini bahasa adalah alat pada
manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikir itu. Dengan kata lain,
bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir lebih sistematis.
Bruner berpendapat bahwa bahasa dan pemikiran berkembang dari sumber yang sama.
Oleh karena itu, keduanya mempunyai bentuk yang sangat sempurna. Lalu, karena
sumber yang sama dan bentuk yang sangat serupa, maka keduanya dapat saling
membantu.
Di samping adanya dua
kecakapan yang melibatkan bahasa, yaitu kecakapan linguistik dan kecakapan
komunikasi, teori Bruner ini juga memperkenalkan adanya kecakapan analisis yang
dimiliki oleh setiap manusia yang berbahasa. Kecakapan analisis ini akan dapat
berkembang menjadi lebih baik dengan pendidikan melalui bahasa yang formal
karena kemampuan analisis ini hanya mungkin dikembangkan setelah seseorang
mempunyai kecakapan komunikasi yang baik.
8. Kekontroversian
Hipotesis Sapir-Whorf
Teori-teori atau
hipotesis-hipotesis yang dibicarakan di atas tampak cenderung saling
bertentangan. Teori pertama dari Von Humboldt mengatakan bahwa adanya
pandangan hidup yang bermacam-macam adalah karena adanya keragaman sistem
bahasa dan adanya system bahasa dan adanya system unifersal yang dimiliki oleh
bahasa-bahasa yang ada di dunia ini. Teori kedua dari Sapir-Whorf
menyatakan bahwa struktur bahasa nenentukan struktur pikiran. Teori
ketiga dari Piaget Menyatakan bahwa struktur pikiran di bentuk oleh
perilaku, dan bukan oleh struktur bahasa. Struktur pikiran mendahului
kemampuan-kemampuan yang dipakai kemudian untuk berbahasa. Teori keempat dari
Vygotsky menyatakan bahwa pada mulanya bahasa dan pikiran berkembang
sendiri-sendiri dan tidak saling mempengaruhi; tetapi pada pertumbuhan
selanjutnya keduanya saling mempengaruhi; bahasa mempengaruhi pikiran dan
pikiran mempengaruhi bahasa. Teori kelima dari Chomsky menyatakan
bahwa bahasa dan pemikiran adalah dua buah system yang bersaingan yang memiliki
keotonomiannya masing-masing. Pada tingkat struktur-dalam bahasa-bahasa di
dunia ini sama karena di dasari oleh system unifersal; tetpi pada tingkat
struktur-luar bahasa-bahasa itu berbeda-beda. Teori ke enam dari
Lennerberg mengatakan bahwa manusia telah menerima warisan biologi ketika
dilahirkan, berupa kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang khusus untuk
manusia; dan tidak ada hubungannya dengan kecerdasan atau pemikiran. Kemampuan
berbahasa ini mempunyai korelasi yang rendah dengan IQ manusia. Teori
ketujuh dari Bruner menyatakan bahwa bahasa adalah alat bagi manusia
untuk berpikir, untuk menyempurnakan dan mengembangkan pemikirannya itu.
Beberapa uraian para
ahli mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran antara lain:
a. Bahasa mempengaruhi pikiran
Pemahaman terhadap
kata mempengaruhi pandangannya terhadap realitas. Pikiran dapat manusia
terkondisikan oleh kata yang manusia digunakan. Tokoh yang mendukung hubungan
ini adalah Benyamin Whorf dan gurunya, Edward Saphir. Whorf mengambil contoh
Bangsa Jepang. Orang Jepang mempunyai pikiran yang sangat tinggi karena orang
Jepang mempunyai banyak kosa kata dalam mejelaskan sebuah realitas. Hal ini
membuktikan bahwa mereka mempunyai pemahaman yang mendetail tentang realitas.
b. Pikiran mempengaruhi bahasa
Pendukung pendapat ini
adalah tokoh psikologi kognitif yang tak asing bagi manusia, yaitu Jean Piaget.
Melalui observasi yang dilakukan oleh Piaget terhadap perkembangan aspek
kognitif anak. Ia melihat bahwa perkembangan aspek kognitif anak akan
mempengaruhi bahasa yang digunakannya. Semakin tinggi aspek tersebut semakin
tinggi bahasa yang digunakannya.
c. Bahasa dan pikiran saling mempengaruhi
Hubungan timbal balik
antara kata-kata dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vigotsky, seorang ahli
semantik berkebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori
Piaget mengatakan bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi. Penggabungan
Vigotsky terhadap kedua pendapat di atas banyak diterima oleh kalangan ahli
psikologi kognitif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
yang telah disajikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa dan
pikiran memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi (resiprokal). Variabel
berupa domain-domain kognitif dapat dipertimbangkan sebagai pendahulu
perkembangan struktur bahasa pada awal tahap perkembangan anak. Namun demikian,
ada proses tahapan produksi bahasa (production
of language) mungkin lepas atau tidak tergantung pada domain kognitif yang
lain. Sebagai bukti misalnya, beberapa individu yang memiliki gangguan
keterbatasan bahasa memiliki anterior aphasics di dalam otaknya dengan
performansi yang optimal.
Teori-teori atau
hipotesis-hipotesis yang dibicarakan di atas tampak cenderung saling
bertentangan. Diantara teori atau hipotesis di atas barangkali hipotesis
Sapir-Whorf-lah yang paling controversial. Hipotesis ini yang menyatakan bahwa
jalan pikiran dan kebudayaan suatu masyarakat ditentukan atau dipengaruhi oleh
struktur bahasanya, namun hipotesis tersebut banyak menimbulkan kritik dan
reksi hebat dari para ahli filsafat, linguistik, psikologi, psikolinguistik,
sosiologi, antropologi dan lain-lain. Dan untuk menguji hipotesis Sapir-Whorf
itu, Farb (1947) mengadakan penelitian.
Para ahli menguraikan
mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran antara lain:
1. Bahasa mempengaruhi pikiran
2. Pikiran mempengaruhi bahasa
3. Bahasa dan pikiran saling mempengaruhi.
B. Saran
Demikianlah makalah
yang penulis buat, dengan bekal pengetahuan dasar tentang hal-hal yang kami
sampaikan, diharapkan pembaca dapat mengerti secara intens pada pembahasan yang
dibicarakan. Namun penulis sebagai penyusun makalah ini menyadari masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, maka kami harapkan kritik dan sarannya yang
bersifat membangun dari pembaca guna untuk perbaikan makalah yang akan datang.
Kami juga berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik (Kajian Teoritik). Jakarta: Renika Cipta.