HUKUM ACARA
PIDANA MENURUT UNDANG – UNDANG
NOMOR 1 (DRT) TAHUN 1951
Dengan undang – undang tersebut dapat
dikatakan telah diadakan unifikasi hukum acara pidanadan susunanpengadilan yang
beraneka ragam sebelumnya. Menurut Pasal 1 undang – undang tersebut dihapus
yaitu sebagai berikut :
1. Mahkamah
Yustisi di Makasar dan alat penuntut umum padanya.
2. Appelraad
di Makasar.
3. Apeelraad
di Medan.
4. Segala
pengadilan Negara dan segala landgerecht (cara baru) dan alat penuntut umum
padanya.
5. Segala
pengadilan kepolisian dan alat penuntut umum padanya.
6. Segala
pengadilan magistraad (pengadilan rendah).
7. Segala
pengadilan kabupaten
8. Segala
raad distrik.
9. Segala
pengadilan negorij.
10. Pengadilan swapraja.
11. Pengadilan adat.
Hakim perdamaian desa yang diatur oleh
Pasal 3a RO itu masih berhak hidup dengan alasan sebagai berikut :
1. Yang
dicabut oleh KUHAP ialah yang mengenai acara pidana sedangkan HIR dan Undang – undang
Nomor 1 (drt) 1951 juga mengatur acara perdata dan hukum pidana materiil.
2. Undang
– undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman juga tidak menghapusnya.
LAHIRNYA KITAB
UNDANG – UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
Setelah lahirnya orde baru terbukalah
kesempatan untuk membangun segala segi kehidupan. Puluhan undang – undang
diciptakan, terutama merupakan pengganti peraturan warisan colonial.Sejak
Oemar Seno Adji menjabat Menteri Kehakiman, dibentuk suatu panitia di
departemen Kehakiman yang bertugas menyusun suatu rencana undang – undang Hukum
Acara Pidana. Pada waktu Mochtar Kusumaatmadja menggantikan Oemar Seno Adji
menjadi Menteri Kehakiman, penyempurnaan rencana itu diteruskan. Pada Tahun
1974 rencana terseut dilimpahkan kepada Sekretariat Negara dan kemudian dibahas
olehwmpat instansi, yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Hankam termasuk
didalamnya Polri dan Departemen Kehakiman.Setelah
Moedjono menjadi Menteri Kehakiman, kegiatan dalam penyusunan rencana tersebut
diitensifkan. Akhirnya, Rancangan Undang – undang Hukum Acara Pidana itu
disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dengan amanat Presiden
pada tanggal 12 September1979 Nomor R.08/P.U./IX/1979.Yang
terakhir menjadi masalah dalam pembicaran Tim Sinkronisasi dengan wakil
pemerintah, ialah pasal peralihan yang kemudian dikenal dengan Pasal 284.Pasal
284 ayat (2) menjajikan bahwa dalam 2 tahun akan diadakan perubahan peninjauan
kembali terhadap hukum acara pidana khusus seperti misalnya yang terdapat dalam
Undang – undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Tapi
kenyataannya setelah 19 tahun berlakunya KUHAP, tidak ada tanda – tanda adanya
usaha untuk meninjau kembali acara khusus tersebut, bahkan dengan PP Nomor 27
Tahun 1983 telah ditegaskan oleh Pemerintah bahwa penyidikan delik – delik
dalam perundang – undangan pidana khusus tersebut, dilakukan oleh berikut ini.a. Penyidik
b. Jaksa.
c. Pejabat
Penyidik yang berwenang yang lain, berdasarkan peraturan perundang – undangan
(Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983).Rancangan
Undang – Undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh siding paripurna DPR pada
tanggal 23 September 1981, kemudian Presiden mensahkan menjadi undang – undang
pada tanggal 31 Desember 1981 dengan nama KITAB UNDANG – UNDANG ACARA PIDANA
(Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76, TLN Nomor 3209.
Daftar Pustaka :http://lovetya.wordpress.com/2008/12/14/resume-hukum-acara-pidana-indonesia-prof-dr-andi-hamzah-sh/
No comments:
Post a Comment